Home » ensiklopedia » Keagamaan » Mengenang KH Abdul Wahid Hasyim, 19 April

Mengenang KH Abdul Wahid Hasyim, 19 April

Anwar Shaleh April 16, 2023

Keagamaan | KH. Abdul Wahid Hasyim, seorang pendiri negara Republik Indonesia dan tokoh NU, lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 1 Juni 1914. Ia merupakan putra dari Hadratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari dan ayahanda dari KH Abdurrahman Wahid. Saat masih dalam kandungan, ibunya, Nyai Nafiqah, bernazar akan membawa bayinya menemui Syekhona KH Cholil Bangkalan jika lahir selamat. Nazar itu dilaksanakan ketika Abdul Wahid Hasyim berusia tiga bulan.

Awal Kehidupan dan Keluarga

KH. Abdul Wahid Hasyim lahir di keluarga terkemuka dan terpandang di kalangan NU. Ayahnya, Hadratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. Serta, Ibunya, Nyai Nafiqah, merupakan keturunan dari keluarga kiai terkenal di Jombang.

Perjalanan Pendidikan dan Kehidupan di Pesantren

KH. Abdul Wahid Hasyim mulai berkelana di berbagai pondok pesantren pada usia 13 tahun. Pesantren Siwalan Panji dan Lirboyo adalah pesantren yang pernah ia singgahi. Setelah itu, ia kembali ke rumahnya untuk meneruskan belajar agama di bawah bimbingan ayahnya. Pada usia 17 tahun, ia sudah mengajar di pesantren milik ayahnya. Setahun kemudian, yaitu 1932, ia berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji sambil memperdalam berbagai cabang ilmu agama. Ia berada di sana selama kurang lebih dua tahun.

Pembaruan di Pesantren Tebuireng

Setelah pulang dari Makkah, KH. Abdul Wahid Hasyim melakukan sejumlah pembaruan dan perubahan di Pesantren Tebuireng. Ia memperkenalkan pengajaran ilmu-ilmu di luar ilmu agama dan mendirikan Madrasah Nidhamiyah. Sebuah sekolah yang mengajarkan 79 persen ilmu agama dan 30 persen ilmu umum. Selain itu, ia juga mendirikan perpustakaan atau taman bacaan yang berlangganan majalah-majalah Panji Islam, Dewan Islam, Berita Nahdlatul Ulama, Adil, Nurul Iman, Penyebar Semangat, Panji Pustaka, Pujangga Baru, dan sebagainya.

Aktivitas KH Abdul Wahid Hasyim dalam Organisasi Islam

KH. Abdul Wahid Hasyim sangat aktif dalam organisasi Islam, terutama di NU. Ia menjadi Ketua Ma’arif NU pada tahun 1938. Selain itu, ia juga aktif di MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia). Di dalamnya beranggotakan organisasi-organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, PSII, Perti, al-Irsyad, dan lain-lain. MIAI kemudian berubah menjadi Masyumi dengan KH Masykur sebagai Ketua dan KH Wahid Hasyim sebagai Wakil Ketua.

Peran Dalam Pembentukan Negara dan Pembuatan UUD 1945

KH. Abdul Wahid Hasyim memainkan peran penting dalam ranah politik, terutama dalam penentuan dasar dan struktur negara Indonesia. Selain menjadi anggota BPUPKI dan anggota Panitia Sembilan yang merumuskan rancangan dasar negara, ia juga memainkan peran penting dalam mediasi antara kalangan Islam dan nasionalis untuk mencapai kesepakatan bersama yang diakui dalam Pembukaan UUD 1945 oleh PPKI. Dia bahkan setuju untuk menghapus tujuh kata dari rumusan “Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dan menggantinya dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Dalam karyanya, Agama dalam Indonesia Merdeka, ia menyatakan pendapatnya tentang pentingnya persatuan bangsa di atas segalanya. Setelah kemerdekaan Indonesia, KH. Abdul Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Agama selama tiga periode, yakni dalam Kabinet Hatta (1949-1950), Kabinet Natsir (1950-1951), dan Kabinet Sukiman (1951-1952). Dalam jabatannya, ia membuat keputusan penting seperti mewajibkan pendidikan dan pengajaran agama di lingkungan sekolah umum serta mendirikan Sekolah Guru dan Hakim Agama serta Pendidikan Guru Agama Negeri di bawah naungan Kementerian Agama yang memberikan dampak positif hingga saat ini.

KH Abdul Wahid Hasyim Tutup Usia

Pada tanggal 19 April 1953, KKH Abdul Wahid Hasyim meninggal dunia akibat kecelakaan mobil saat hendak menghadiri pertemuan Partai NU di Karesidenan Priangan. Saat itu, ia dalam perjalanan bersama putra sulungnya, Abdurrahman Wahid, sopir, dan Sekretaris PBNU, Argo Sucipto. Mobil yang mereka tumpangi terpeleset dan tertabrak truk dari belakang dalam hujan lebat. Kecelakaan ini terjadi pada pukul 10.00 WIB, namun Kiai Wahid Hasyim yang terluka parah baru mendapat pertolongan pada pukul 16.00 karena lokasinya yang jauh dari keramaian. Ia meninggal keesokan harinya pada pukul 10.30 WIB.

KH Wahid Hasyim dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di Pondok Pesantren Tebuireng, dekat dengan makam ayahandanya, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari. Putra sulungnya, KH Abdurahman Wahid, juga dimakamkan di sana. Pemakaman keluarga Tebuireng masih banyak dikunjungi oleh peziarah dari seluruh negeri hingga saat ini.

Artikel Terkait